Sebelum Kedua Pintu Surga Tertutup
Saudaraku, mungkin kita pernah mendengar nama sahabat Haritsah bin
Nu’man. Ia salah satu sahabat yang begitu istimewa dan bahkan nama dan suaranya
pernah hadir dalam mimpi Rasulullah Saw. Begitu menakjubkan, Rasulullah Saw
pernah bercerita kepada Aisyah ra, “Aku pernah tidur, dan dalam mimpi itu aku
melihat diriku ada di dalam surga dan aku mendengar ada suara seseorang sedang
membaca Al Qur’an Karim”. Aku bertanya ; “Siapakah yang membaca?” orang – orang
yang ada disana menjawab, “ Ia Haritsah bin Nu’man.” Rasulullah Saw kemudian
berkata kepada Aisyah ra, “Seperti itulah bakti kepada orang tua … seperti
itulah bakti kepada orang tua. Haritsah adalah orang yang paling berbakti pada
ibunya.”
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Haritsah bin Nu’man An Najjari Al
Anshari. Ia ikut dalam pasukan perang Badar, perang Khandaq dan menyaksikan
berbagai peristiwa penting di fase awal dakwah Islam. Yang dikatakan Rasulullah
Saw, tentang pahala kebaikan berbakti kepada seorang ibu yang dilakukan
Haritsah bin Nu’man adalah berita gembira juga untuk kita yang ingin meniti
jalan menuju surga.
Saudaraku, berbakti kepada kedua orang tua, adalah karakter para
sahabat dan orang – orang salih. Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya menuliskan
ulasan tentang kandungan firman Allah SWT dalam surat Maryam ayat 30 – 32. Ia
mengatakan ayat – ayat ini menunjukkan bahwa kedudukan shalat, zakat dan
berbakti kepada dua orang tua merupakan kewajiban yang sudah dilakukan oleh umat
– umat yang lampau. Ini juga berarti bahwa ketiganya termasuk hokum yang
konstan yang ada pada setiap syari’at sebelum Islam. Lalu dalam syari’at Islam
ditegaskan lagi secara lebih terang dari sebelumnya, berikut penegasan tentang keagungan
pahala dan balasannya dari Allah SWT.
Bisa disimpulkan bahwa orang – orang shalih adalah orang – orang yang
selalu berbakti kepada dua orang tuanya. Terbukti banyak kisah – kisah luar
biasa yang mereka tinggalkan, dan bicara tentang mereka berusaha menyenangkan,
membahagiakan hati orang tua. Ada banyak riwayat yang mengagumkan berkisah
tentang sebagaimana mereka memelihara dan melindungi orang tua mereka dari
kedukaan dan kesedihan.
Saudaraku, mari kita lihat tentang Usamah ra yang sangat mengutramakan
ibunya. Dalam Shifatu Shofwah dikisahkan harga sebuah pohon kurma pernah
mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi hingga mencapai sekitar seribu
dirham di zaman Utsman bin Affan ra. Tapi Usamah ra tetap membeli sebuah pohon
kurma lalu ia ambil jamarnya (jantung pohon kurma) untuk ia berikan kepada
ibunya. Ketika ditanya kenapa ia melakukan itu, Usamah mengatakan “Ibuku sudah
meminta aku untuk memberikannya jantung pohon kurma. Setiap ibuku meminta
sesuatu yang aku mampu, pasti aku memberikannya.” Berapa lama kita harus merenungi
diri, tentang cara yang ssudah kita lakukan untuk membahagiakan orang tua kita,
ibu kita ataupun bapak kita.
Saudaraku, berapa banyak kita telah memberikan hadiah yang
menyenangkan mereka? Hasan Al Bashri rahimahullah juga mencerminkan sikapnya
tentang berbakti pada orang tua. Hisyam bin Hassan salah satu muridnya, pernah
berkata kepada Hasan Al Bashri, “Saya ingin mempelajari Al Qur’an, tetapi
inbuku menungguku untuk makan malam.” Al Hasan mengatakan, “Bila engkau makan
malam bersama ibumu, dan hal itu membahagiakan hatinya, itu lebih aku sukai
daripada melakukan haji yang sifatnya sunnah.’’
Lalu, adakah waktu khusus yang memang kita sediakan untuk makan
bersama dengan orang tua kita? Waktu makan pagi, siang atau malam? Apakah kita
pernah mengkhususkan makan bersama mereka untuk menyenangkan hati mereka?
Sampai – sampai seorang shalafus shalih Amir bin Abdillah bin Zubeir
rahimahullah mengatakan, “Sejak ayahku meninggal, taka da yang aku pinta kepada
Allah SWT selama satu tahun penuh kecuali aku meminta agar Allah SWT mengampuni
kekurangan dan kekhilafannya.” Kebaktian Amir bin Abdillah tidak terputus hanya
ketika orang tuanya meninggal. Do’a seperti ini sebagaimana disebutkan dalam
sebuah hadits shahih, pasti sampai dan dikabulkan Allah SWT hingga memberi
manfaat bagi mereka di alam kubur.
Saudaraku, orang – orang shalih sangat berhati – hati berucap di depan
orang tua mereka. Lalu mereka sangat menyesal bila sikap itu dilanggar. Imam
bin Mahdi rahimahullah mengatakan, “Aku pernah menemani Abdullah bin Aun selama
24 tahun, dan dia adalah orang yang sangat berbakti kepada orang tuanya.” Imam
bin Mahdi lalu mencontohkan diantara bakti Abdullah bin Aun kepada ibunya.
“Pernah ibunya memanggilnya untuk suatu keperluan, lalu Abdullah bin Aun secara
reflek menjawabnya dengan suara tinggi. Karena merasa bersalah, karena merasa
bersalah, Abdullah bin Aun lalu membebaskan kedua budaknya pada hari itu
sebagai kafarat atas suara keranya itu.”
Saudaraku, dengarlah sabda Rasullah Saw yang disampaikan Ibnu Abbas ra, “Tidaklah
seorang muslim yang mempunyai kedua orang tua, kemudian pada waktu pagi ia
melakukan kebaikan kepada keduanya, kecuali Allah akan bukakan untuknya dua
pintu surga. Dan ketika sore hari ia masih melakukan kebaikan kepada kedua
orang tuanya, kecuali Allah bukakan lagi untuknya dua buah pintu surge (HR Al
Baihaqi). Itulah sebab tangisan Iyas bin Mu’awiyyah rahimahullah. Sebab tatkala
ibunya meninggal, ia menangis dan ditanya, “Mengapa engkau menangis?” Ia
menjawab, “Aku memiliki dua buah pintu yang terbuka untuk menuju surge dan
sekarang salah satu pintu itu sudah tertutup.”
Mari saudaraku, sebelum kedua pintu itu tertutup.
Maraji; M Lili Nur Aulia, kolom Ruhaniyat Majalah Tarbawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar