Minggu, 10 Maret 2013

Tarbawi


Sebelum Kedua Pintu Surga Tertutup

Saudaraku, mungkin kita pernah mendengar nama sahabat Haritsah bin Nu’man. Ia salah satu sahabat yang begitu istimewa dan bahkan nama dan suaranya pernah hadir dalam mimpi Rasulullah Saw. Begitu menakjubkan, Rasulullah Saw pernah bercerita kepada Aisyah ra, “Aku pernah tidur, dan dalam mimpi itu aku melihat diriku ada di dalam surga dan aku mendengar ada suara seseorang sedang membaca Al Qur’an Karim”. Aku bertanya ; “Siapakah yang membaca?” orang – orang yang ada disana menjawab, “ Ia Haritsah bin Nu’man.” Rasulullah Saw kemudian berkata kepada Aisyah ra, “Seperti itulah bakti kepada orang tua … seperti itulah bakti kepada orang tua. Haritsah adalah orang yang paling berbakti pada ibunya.”
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Haritsah bin Nu’man An Najjari Al Anshari. Ia ikut dalam pasukan perang Badar, perang Khandaq dan menyaksikan berbagai peristiwa penting di fase awal dakwah Islam. Yang dikatakan Rasulullah Saw, tentang pahala kebaikan berbakti kepada seorang ibu yang dilakukan Haritsah bin Nu’man adalah berita gembira juga untuk kita yang ingin meniti jalan menuju surga.
Saudaraku, berbakti kepada kedua orang tua, adalah karakter para sahabat dan orang – orang salih. Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya menuliskan ulasan tentang kandungan firman Allah SWT dalam surat Maryam ayat 30 – 32. Ia mengatakan ayat – ayat ini menunjukkan bahwa kedudukan shalat, zakat dan berbakti kepada dua orang tua merupakan kewajiban yang sudah dilakukan oleh umat – umat yang lampau. Ini juga berarti bahwa ketiganya termasuk hokum yang konstan yang ada pada setiap syari’at sebelum Islam. Lalu dalam syari’at Islam ditegaskan lagi secara lebih terang dari sebelumnya, berikut penegasan tentang keagungan pahala dan balasannya dari Allah SWT.
Bisa disimpulkan bahwa orang – orang shalih adalah orang – orang yang selalu berbakti kepada dua orang tuanya. Terbukti banyak kisah – kisah luar biasa yang mereka tinggalkan, dan bicara tentang mereka berusaha menyenangkan, membahagiakan hati orang tua. Ada banyak riwayat yang mengagumkan berkisah tentang sebagaimana mereka memelihara dan melindungi orang tua mereka dari kedukaan dan kesedihan.
Saudaraku, mari kita lihat tentang Usamah ra yang sangat mengutramakan ibunya. Dalam Shifatu Shofwah dikisahkan harga sebuah pohon kurma pernah mengalami kenaikan harga yang sangat tinggi hingga mencapai sekitar seribu dirham di zaman Utsman bin Affan ra. Tapi Usamah ra tetap membeli sebuah pohon kurma lalu ia ambil jamarnya (jantung pohon kurma) untuk ia berikan kepada ibunya. Ketika ditanya kenapa ia melakukan itu, Usamah mengatakan “Ibuku sudah meminta aku untuk memberikannya jantung pohon kurma. Setiap ibuku meminta sesuatu yang aku mampu, pasti aku memberikannya.” Berapa lama kita harus merenungi diri, tentang cara yang ssudah kita lakukan untuk membahagiakan orang tua kita, ibu kita ataupun bapak kita.
Saudaraku, berapa banyak kita telah memberikan hadiah yang menyenangkan mereka? Hasan Al Bashri rahimahullah juga mencerminkan sikapnya tentang berbakti pada orang tua. Hisyam bin Hassan salah satu muridnya, pernah berkata kepada Hasan Al Bashri, “Saya ingin mempelajari Al Qur’an, tetapi inbuku menungguku untuk makan malam.” Al Hasan mengatakan, “Bila engkau makan malam bersama ibumu, dan hal itu membahagiakan hatinya, itu lebih aku sukai daripada melakukan haji yang sifatnya sunnah.’’
Lalu, adakah waktu khusus yang memang kita sediakan untuk makan bersama dengan orang tua kita? Waktu makan pagi, siang atau malam? Apakah kita pernah mengkhususkan makan bersama mereka untuk menyenangkan hati mereka? Sampai – sampai seorang shalafus shalih Amir bin Abdillah bin Zubeir rahimahullah mengatakan, “Sejak ayahku meninggal, taka da yang aku pinta kepada Allah SWT selama satu tahun penuh kecuali aku meminta agar Allah SWT mengampuni kekurangan dan kekhilafannya.” Kebaktian Amir bin Abdillah tidak terputus hanya ketika orang tuanya meninggal. Do’a seperti ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits shahih, pasti sampai dan dikabulkan Allah SWT hingga memberi manfaat bagi mereka di alam kubur.
Saudaraku, orang – orang shalih sangat berhati – hati berucap di depan orang tua mereka. Lalu mereka sangat menyesal bila sikap itu dilanggar. Imam bin Mahdi rahimahullah mengatakan, “Aku pernah menemani Abdullah bin Aun selama 24 tahun, dan dia adalah orang yang sangat berbakti kepada orang tuanya.” Imam bin Mahdi lalu mencontohkan diantara bakti Abdullah bin Aun kepada ibunya. “Pernah ibunya memanggilnya untuk suatu keperluan, lalu Abdullah bin Aun secara reflek menjawabnya dengan suara tinggi. Karena merasa bersalah, karena merasa bersalah, Abdullah bin Aun lalu membebaskan kedua budaknya pada hari itu sebagai kafarat atas suara keranya itu.”
Saudaraku, dengarlah sabda Rasullah Saw  yang disampaikan Ibnu Abbas ra, “Tidaklah seorang muslim yang mempunyai kedua orang tua, kemudian pada waktu pagi ia melakukan kebaikan kepada keduanya, kecuali Allah akan bukakan untuknya dua pintu surga. Dan ketika sore hari ia masih melakukan kebaikan kepada kedua orang tuanya, kecuali Allah bukakan lagi untuknya dua buah pintu surge (HR Al Baihaqi). Itulah sebab tangisan Iyas bin Mu’awiyyah rahimahullah. Sebab tatkala ibunya meninggal, ia menangis dan ditanya, “Mengapa engkau menangis?” Ia menjawab, “Aku memiliki dua buah pintu yang terbuka untuk menuju surge dan sekarang salah satu pintu itu sudah tertutup.”
Mari saudaraku, sebelum kedua pintu itu tertutup.

Maraji; M Lili Nur Aulia, kolom Ruhaniyat Majalah Tarbawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar