Jumat, 20 Juni 2014

Merindukan Al ‘Umari


Merindukan Al ‘Umari

Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdullah bin Umar bin Khattab. Dari namanya, jelas ia masih memiliki jalur keturunan seorang sahabat yang dijamin masuk surga. Dia cicit dari Umar bin Khattab rad an karenanya ia juga biasa dipanggil dengan julukan Al ‘Umari. Nama itu bukan saja karena nasab dari Umar bin Khattab, tetapi juga menyangkut dengan  karakter dan sifat – sifat khas dari keturunan Umar bin Khattab yang tegas dalam menyatakan yang haq. Al Umari, sedikit dalam meriwayatkan hadits tapi justru sibuk dengan memperbanyak ibadah dan menyampaikan al haq dengan tegas. Barangkali tidak banyak orang tahu tentang sosok orang shalih ini. Tapi ketegasannya dalam berucap, komitmennya dalam bersikap, kezuhudannya terhadap harta dunia, ibadahnya yang menjadikannya terkenal sebagai ahli ibadah, patut kita ketahui sebagai pelajaran berharga dalam menjalani hidup di zaman ini.
Saudaraku, tahukah anda Al Umari adalah salah satu ulama’ yang berbeda pendapat dengan sejumlah ulama di zamannya semisal Imam Malik bin Anas. Al Umari mengkritisi para ulama yang dianggap telah mendekat pada kekuasaan dengan perkataannya, “Kalian mulai condong pada dunia.” Ungkapannya itu menandakan sifat sensitifnya dengan sesuatu yang tidak banyak dirasakan orang terhadap dunia. Ia sangat disegani dan dihormati. Adz Dzahabi pernah meriwaytakan dari Mush’ab bin Zubairi, “Tak pernah aku dapati orang yang sangat disegani dari padanya. Ia pernah datang ke Kuffah dan berencana mengingatkan Khalifa Harun Ar Rasyid kepada Allah SWT. Tapi istana kekhalifahan gemetar dengan berita akan dengan kedatangannya. Ia lalu di kembalikan dari Kufah dan tidak jadi bertemu dengan khalifah Harun Al Rasyid.”
Menurutnya, sebab-sebab seseorang lalai dari apa yang harus dilakukan untuk membersihkan jiwa serta dapat membawanya pada keselamatan, adalah karena orang tersebut keluar dari panduan dan tuntunan Allah SWT, karena dia menyepelekan penerapan tuntunan yang telah Allah SWT sediakan. Imam Adz Dzahabi meriwayatkan perkataan Al Umari tentang hal ini yaitu, “Sungguh termasuk yang melalaikanmu dari jiwamu adalah karena engkau menolak Allah SWT dengan menoleh pada sesuatu yang membuat-Nya marah lalu engkau melakukannya. Engkau tidak memerintah kepada yang baik dan tidak melarang kemungkaran, karena takluk kepada makhluk. Padahal makhluk sama sekali tidak mempunyai kuasa untuk memberi bahaya dan manfaat atasmu. Barangsiapa yang meninggalkan amar ma’ruf dan nahyul mungkar karena takut kepada makhluk, akan dicabut kewibawaan dirinya. Hingga ketika ia memerintahkan anaknya, anaknya itu akan menganggap enteng perintahnya.”
Saudaraku, perhatikanlah kata demi kata yang begitu kritis dan tajam dari Al Umari itu. Kewibawaan, harga diri, kehormatan hilang bersamaan dengan semakin jauhnya seorang dari Allah, semakin tidak mengajak kepada kebaikan dan semakin tidak melarang kemungkaran. Meski seorang yang sangat zuhud terhadap dunia, Abdullah bin Abdul Aziz sangat menolak pemberian orang lain, dan hidup dari usahanya sendiri. Apalagi bila pemberian itu datangnya dari orang yang berkuasa atau mempunyai kedudukan. Pernah pada suatu hari, Harun Ar Rasyid ingin menguji sikapnya itu. Seorang utusan khalifah datang kepadanya dengan membawa surat yang berisi terima kasih atas nasihat yang telah disampaikannya terhadap dua anak Amirul Mukminin yaitu Al Amin dan Al Makmun. Surat itu diberikan sekaligus sejumlah uang sebesar seribu dinar. Tapi kedua pemberian itu, surat dan uang ditolaknya. Meski ia sebagai orang yang zuhud tetapi Al Umari bukanlah orang yang menyendiri atau mengisolir diri dari masyarakatnya. Ia justru hadir dan berbaur dengan masyarakatnya sambil aktif menyampaikan nasihat – nasihatnya yang mengingatkan betapa kemegahan, kemewahan, keindahan dunia itu kelak akan hilang dan pemilikinya.
Saudaraku, sikap kritis dan tegasnya terhadap kekeliruan juga diterapkan kepada dirinya sendiri. Itu sebabnya Al Umari juga di riwayatkan kerap mengkritik dirinya sendiri sehingga ia menjadi orang yang dikenal wara’ atau sangat memelihara diri dari kemungkinan dosa. Salah satu ungkapannya yang sangat tegas memandang kesalahan ini diceritakan oleh Ibnul Jauzi rahimahullah. Ketika seseorang datang kepada Al Umari dan mengatakan, “Nasihatilah saya.” Al Umari mengatakan, “Seperti harapanmu bila kau ingin bersama Allah SWT kelak, jadikanlah Allah SWT bersama hari ini.”
Nasihat – nasihat Al Umari begitu jelas dan merasuk langsung kedalam hati orang yang mendengarnya. Itu tanda keikhlasannya dalam memberi nasihat. Ia pernah melihat khalifah Harun Ar Rasyid berdiri di bukit Shafa, lalu ia segera mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin, apakah engkau bisa melihat berapa banyak orang yang berada di sekitar Ka’bah?” Ar Rasyid mengatakan, “Banyak.” Abdullah kembali mengatakan, “Mereka semuanya memohon keselamatan dirinya pada hari kiamat. Hendaknya engkau memohon untuk keselamatan mereka semua di hari kiamat.” Mendengar itu Ar Rasyid menitikkan air mata dan menangis, cukup lama. Kemudian Abdullah mengatakan, “Wahai Harun satu orang yang berlebih lebihan terhadap hartanya sendiri, bisa mendapat hukuman penjara. Bagaimana dengan orang – orang yang berlebih-lebihan dengan harta kaum muslimin?”
Saudaraku, Harun Ar Rasyid sebagai Amirul Mukminin kala itu, sangat menghormati dan segan terhadap Al Umari, sampai pernah dikatakan Ar Rasyid, “ Demi Allah,s  saya tidak tahu ada masalah apa dengan Al Umari. Saya tidak suka datang meminta nasihat kepadana, tetapi saya sangat suka datang meminta pendapatnya.”
Saudaraku, apakah kita merindukan sosok Al Umari hadir di zaman ini?

Maraji; M Lili Nur Aulia, kolom Ruhaniyat Majalah Tarbawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar